Banyuwangi – Persoalan narkoba semakin kompleks dan memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif untuk mengatasinya. Salah satu cara yang menarik dilakukan adalah dengan mengundang Kepala Badan Narkotika Nasional setempat untuk berbincang santai dalam acara “ngopi bareng”. Acara ini menjadi momen berharga bagi berbagai elemen masyarakat untuk berdiskusi dan memberikan masukan terkait penanggulangan narkoba di daerah ini.
Hakim Said, seorang tokoh lokal dan pemilik Rumah Kebangsaan, mengajak para pegiat anti-narkoba beragam latar belakang, termasuk pemuka agama, praktisi hukum, serta mahasiswa, untuk berkumpul dan berbagi pandangan. Pertemuan ini diadakan pada malam hari dan berlangsung selama tiga jam, menunjukkan betapa pentingnya kolaborasi dalam menghadapi isu yang semakin serius ini.
Diskusi Santai yang Mengedukasi
Acara ngobrol sambil ngopi ini berhasil menyatukan berbagai suara. Salah satu yang menonjol dalam diskusi ini adalah kehadiran seorang mantan pecandu yang kini berperan sebagai penjual burung dan dikenal sebagai ustadz. Kisah hidupnya menjadi inspirasi, membuktikan bahwa perubahan dan pemulihan mungkin terjadi. Salah satu kesimpulan yang cukup mencolok dari diskusi ini adalah pengakuan bahwa Kabupaten Banyuwangi sudah mencapai kategori darurat narkoba. Peserta sepakat untuk bertindak bersama dalam menanggulangi isu ini.
Dari perspektif agama, Kyai Ikrom mengusulkan agar pemuka agama tidak hanya berbicara tentang konsep surga dan neraka, tetapi juga berperan aktif dalam membantu masyarakat memahami bahaya narkoba. “Menghadapi persoalan ini memerlukan dukungan dari semua kalangan, bukan hanya dari segi hukum tetapi juga spiritual,” ungkapnya dengan semangat.
Strategi Penanggulangan dan Sanksi Sosial
Pendeta Herman dan Pendeta Risky, yang sudah memiliki pengalaman mendampingi pecandu narkoba selama lebih dari dua dekade, sepakat dengan pentingnya pendekatan yang lebih humanis. Mereka mencatat bahwa sanksi sosial terbukti lebih efektif daripada sanksi hukum yang kaku, seperti yang ditemukan oleh Kombes Pol Faisol Wahyudi dalam pengalamannya di daerah lain. Menurutnya, menjadikan pengedar narkoba merasa malu di lingkungannya dapat memberikan dampak yang lebih kuat dibandingkan dengan penjara.
Pentingnya kebijakan konsisten dalam penerapan Perda dan Perbup yang ada juga menjadi fokus diskusi. Hakim Said menekankan bahwa tes urine untuk siswa sekolah dasar dan menengah sebaiknya dirivisi, mengingat survei menunjukkan bahwa kelompok remaja berusia 15 hingga 21 tahun lebih berisiko. Diskusi ini mengungkap kompleksitas masalah narkoba dan bagaimana langkah-langkah yang diambil perlu dipikirkan dengan matang untuk mencapai hasil yang maksimal.
Penutupan acara diwarnai dengan kebersamaan. Peserta menikmati hidangan khas regional sambil mendengarkan penampilan seni, menciptakan suasana hangat yang menunjukkan bahwa perubahan bisa dimulai dengan dialog sederhana. Momen ini menjadi titik awal bagi masyarakat untuk bersatu dalam memerangi narkoba dan mengulangi komitmen untuk terus mendukung upaya-upaya pencegahan dan rehabilitasi di Banyuwangi.