Duta Besar Iran untuk Indonesia, Mohammad Boroujerdi, menyampaikan pernyataan tegas mengenai situsi antara Iran dan Israel. Ia menegaskan bahwa tidak pernah terjadi kesepakatan gencatan senjata antara kedua negara, melainkan hanya penghentian aksi militer dari pihak Iran yang merupakan soal reaksi terhadap serangan yang berhenti dari Israel.
Dalil atas pernyataan tersebut diungkapkan saat acara tanda tangan petisi solidaritas bagi korban serangan yang dilakukan oleh rezim Zionis. Boroujerdi menekankan bahwa penghentian aksi militer yang dilakukan oleh Iran terjadi murni sebagai respons terhadap berakhirnya agresi dari pihak Israel.
Penjelasan Lebih Dalam Mengenai Penghentian Aksi Militer
Pernyataan Boroujerdi membuka diskusi mengenai akar permasalahan konflik yang lebih dalam antara kedua negara. Ia menegaskan bahwa tidak ada yang disebut sebagai gencatan senjata, melainkan mekanisme pertahanan dari Iran. Tanpa adanya pengakuan atau perlindungan, tindakan tersebut dianggap sebagai hak belah diri.
Ini merujuk pada situasi di mana Iran selama ini menjadi sasaran berbagai serangan, tidak hanya ke fasilitas militer, tetapi juga ke wilayah sipil yang menyasar rumah penduduk, sekolah, dan laboratorium. Ini menunjukkan betapa rumitnya situasi yang dihadapi Iran dalam mempertahankan kedaulatannya di tengah tekanan internasional.
Keterlibatan masyarakat sipil dalam konflik ini patut disorot, di mana perempuan dan anak-anak menjadi korban. Boroujerdi menekankan realitas tersebut bertolak belakang dengan klaim Israel yang menyatakan bahwa mereka tidak menyerang warga sipil. Dalam konteks ini, terlihat bahwa isu kemanusiaan sering kali terabaikan dalam pertikaian diplomatik dan militer.
Strategi dan Taktik yang Ditempuh Iran dalam Menghadapi Agresi
Menghadapi situasi yang tidak menguntungkan, Iran menegaskan akan selalu mempertahankan diri dan tidak tinggal diam atas segala bentuk agresi yang terjadi. Ini menunjukkan bahwa negara tersebut akan terus beroperasi berdasarkan Pasal 51 Piagam PBB yang mengatur hak untuk mempertahankan diri.
Tindakan yang diambil oleh negara-negara lain, seperti serangan langsung terhadap fasilitas nuklir Iran, mencerminkan bagaimana dinamika internasional dapat berdampak pada stabilitas regional. Boroujerdi menilai bahwa langkah tersebut menunjukkan penurunan moral dan keberanian negara-negara besar yang lebih memilih jalan kekerasan dibandingkan diplomasi.
Pada gilirannya, ini memperkuat pandangan bahwa negara-negara tersebut berkontribusi terhadap konflik yang berkepanjangan dan merusak tatanan global. Keterlibatan aktif negara-negara besar dalam konflik yang melibatkan Iran bisa dilihat sebagai sebuah skor hitam dalam sejarah kontemporer internasjonal.
Di sisi lain, Boroujerdi juga mengkritik keras sikap lembaga internasional yang dinilai pasif dan cenderung memperkuat kejahatan lebih lanjut. Sikap ini berpotensi mendorong situasi menjadi lebih kacau dan tidak stabil, yang berpengaruh tidak hanya pada Iran dan Israel, tetapi juga pada kesejahteraan global.
Dalam diskusi yang lebih luas, hal ini menjadikan kita lebih kritis terhadap dinamika konflik internasional yang mengabaikan isu kemanusiaan. Boroujerdi secara tegas menekankan bahwa Iran akan terus berjuang melawan segala bentuk agresi dan tidak akan mundur dari komitmennya untuk melindungi rakyat yang tak bersalah.